Rabu, 11 Juni 2025

KMPK Desak KPK Selidiki Dugaan Korupsi Dana Hibah dan Bansos TA 2020 di Pegunungan Arfak


JAKARTA, 11 Juni 2025 – Koalisi Masyarakat Penegak Keadilan (KMPK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki dugaan korupsi pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak Tahun Anggaran (TA) 2020. KMPK menemukan indikasi kuat penyimpangan sistematis yang berpotensi merugikan negara hingga lebih dari Rp22 miliar.

Koordinator KMPK, Paulinus Siregar, menyatakan keprihatinannya atas temuan ini.


"Kami menduga telah terjadi pola korupsi yang terstruktur, di mana dana hibah dan bansos yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat justru raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas," tegasnya dalam konferensi pers.


Dugaan penyimpangan ini terungkap dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten Pegunungan Arfak TA 2020 (audited), yang menunjukkan lonjakan fantastis pada alokasi anggaran dan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaannya.


KMPK menemukan beberapa kejanggalan utama:


A. Lonjakan Anggaran Mencurigakan dan Rekomendasi BPK yang Diabaikan: Anggaran hibah melonjak 397% pada TA 2020, dari Rp14,7 miliar menjadi Rp73,05 miliar. Belanja bansos juga naik 56%, dari Rp35,88 miliar menjadi Rp56,06 miliar. Paulinus menyoroti bahwa kenaikan ini patut dipertanyakan, apalagi masalah pengelolaan dana ini sudah menjadi sorotan BPK sejak LHP BPK Nomor 27.A/LHP.XIX.MAN/06/2020 tanggal 29 Juni 2020. Rekomendasi BPK tahun 2018 terkait penertiban dan akuntabilitas belum sepenuhnya ditindaklanjuti.


B. Verifikasi Penerima Tidak Memadai dan Dana Mengalir ke Pihak Tak Bertanggung Jawab: Penetapan penerima hibah dan bansos hanya berdasarkan disposisi Bupati tanpa verifikasi kelayakan yang memadai. Bahkan, Rp1,859 miliar dana hibah diduga mengalir ke penerima yang belum mempertanggungjawabkan dana pada tahun anggaran sebelumnya. "Ini jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP serta Permendagri Nomor 32 Tahun 2011," ujar Paulinus.


C. Penyaluran Dana Tanpa Dasar Hukum dan Melalui Bendahara: Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak diduga menyalurkan dana hibah dan bansos tanpa Peraturan Kepala Daerah terkait Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial serta Keputusan Bupati tentang Penerima Hibah dan Bantuan Sosial. Mekanisme pencairan juga tidak langsung kepada penerima, melainkan melalui bendahara bantuan sosial.


"Modus ini sangat rentan terhadap penyelewengan," papar Paulinus, menyoroti pelanggaran Pasal 102 PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Pasal 14 serta Pasal 32 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011.


Puluhan Miliar Rupiah Dana APBD Diduga Raib. Temuan KMPK menunjukkan total Rp22.116.000.000,00 dana publik diduga bermasalah, terdiri dari:

  • a. Rp11.507.000.000,00 Belanja Bantuan Sosial yang belum dipertanggungjawabkan.
  • b. Rp8.750.000.000,00 Belanja Hibah yang belum dipertanggungjawabkan.
  • c. Rp1.859.000.000,00 Hibah yang disalurkan kepada penerima yang belum mempertanggungjawabkan dana di periode sebelumnya.


"Angka ini sangat fantastis. Bagaimana kita bisa menguji penggunaan dana sebesar itu jika laporan pertanggungjawabannya tidak ada dan ada dana yang mengalir ke pihak yang tidak patuh? Ini mengindikasikan adanya kerugian keuangan negara yang sangat besar," seru Paulinus.


Ia menambahkan, kelemahan monitoring dan evaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak menunjukkan kelalaian serius dalam pengawasan penggunaan dana rakyat.


Tuntutan KMPK kepada KPK

KMPK mendesak KPK untuk:


  1. Segera memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak TA 2020.
  2. Memanggil dan memeriksa Mantan Bupati Pegunungan Arfak Tahun 2020, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Keuangan, Bendahara Hibah/Bansos, serta seluruh pihak terkait, termasuk penerima dana yang belum mempertanggungjawabkan alokasinya.
  3. Menindak tegas semua pihak yang terbukti terlibat dalam praktik korupsi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ini bukan hanya sekadar maladministrasi, tetapi dugaan tindak pidana korupsi yang sistematis dan merugikan rakyat Pegunungan Arfak. Dalam waktu dekat, kami akan mendatangi Gedung Merah Putih untuk secara langsung melaporkan kepada pimpinan KPK. KPK harus turun tangan segera untuk menyelamatkan keuangan negara dan memberikan keadilan bagi masyarakat," tutup Paulinus.

Related Posts